- Pengertian Pemerintahan
- Dalam
arti luas
Pemerintahan adalah perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif
di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
- Dalam
arti sempit
Pemerintahan adalah perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka
mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
- Menurut
Utrecht
Istilah pemerintahan punya
pengertian yang tidak sama. Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai
berikut:
- Pemerintahan
sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah.
Jadi, yang termasuk badan-badan kenegaraan di sini bertugas
menyelenggarakan kesejahteraan umum, misalnya badan legislatif, badan
eksekutif dan badan yudikatif.
- Pemerintahan
sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah
di wilayah satu negara, misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung
(Malaysia).
- c.
Pemerintahan
dalam arti kepala negara (presiden) bersama dengan kabinetnya.
Adapun sistem pemerintahan diartikan
sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan
yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan
fungsi pemerintahan. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara dan
bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang
bersangkutan.
Dalam pandangan Offe, bahwa
pemerintahan merupakan hasil dari tindakan administratif dalam berbagai bidang
dan bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya; tetapi lebih merupakan
hasil dari kegiatan produksi bersama (coproduction) antara lembaga
pemerintahan dengan klien masing-masing. Pemerintahan (governing)
menurut Kooiman, merupakan proses interaksi antara berbagai aktor dalam
pemerintahan dengan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh
sebab itu, pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat dewasa ini pada
intinya merupakan proses koordinasi (coordinating), pengendalian (steering),
pemengaruhan (influencing) dan penyeimbangan (balancing) setiap
hubungan interaksi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dipahami bahwa penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang
sebagai “intervensi perilaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, yang
diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan
dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun tujuan dari
para pelaku intervensi tersebut”.
Dalam masyarakat modern atau post-modern
dewasa ini, pola pemerintahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan
karakteritiknya masing-masing adalah sebagai berikut :
|
2.
Bentuk
Pemerintahan
1. Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk
pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk
pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon
Duguit yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk
pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa
bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik,
sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk
pemerintahan dapat di bedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat
pemerintahannya.
a. Ajaran Plato (429 – 347SM)
Plato mengemukakan lima bentuk
pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan
sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1)
Aristokrasi,
yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum cendikiawan yang
dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan.
2)
Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di
pegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan.
3)
Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di
pegang oleh golongan hartawan
4)
Demokrasi,
yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh rakyat jelata, dan
5)
Tirani,
yaitu bentuk pemerintahan yang
di pegang oleh seorang tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita
keadilan.
b. Ajaran Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan
berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk
pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut,
perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
1)
Monarki,
yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan
ideal.
2)
Tirani,
yaitu bentuk pemerintah yang
dipegang oleh seseorang demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk
dan merupakan kemerosotan.
3)
Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan
ini baik dan ideal.
4)
Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk
pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
5)
Pliteia,
yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini
baik dan ideal.
6)
Demokrasi,
yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk
pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.
c. Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal
dengan Cyclus Theory sebenarnya merupakan pengembangna lebih lanjut dari
ajaran aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk
pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi.
Teori siklus menurut Polybios dapat digambarkan pada
bagan berikut ini.
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada
mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat di
percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja
tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-wenang
dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi pemerintahan tirani
yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk
melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan
beralih pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh beberapa orang dan
memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,. Pemerintahan pun berubah
dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang semula baik dan
memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan
keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan
pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
Dalam pemerintahan oligarki yang
tidak ada keadilanm rakyat berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki
nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya,
pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi
yang awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan, kebrobokan, dan korupsi
sehingga hokum sulit di tegakkan. Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian
muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang
pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan
lagi dalam bentuk monarki.
Perjalanan siklus pemerintahan di
atas mamperlihatkan pada kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara
bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios
beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain sebagai
akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.
2. Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit
Constitutional membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik.
Perbedaan antara pemerintahan bentuk “monarki” dan “republik” menurut Leon
Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak
turun-temurun, maka kita berhadapan dengan monarki. Kalau kepala
negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita
berhadapan dengan republik.
Dalam praktik-praktik
ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:
1) Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk
pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah,
atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja
merupakan undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja
terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam
ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa Louis XIV dengan
semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).
2) Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk
pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang
kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki
konstitusional adalah sebagai berikut :
- Adakalanya
proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena ia
takut dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi.
- Adakalanya
proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat
terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of RightsI tahun
1689, Yordania, Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
3) Monarki Parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk
pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan
menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki
parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan
bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara
(simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki
parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan
Malaysia.
3. Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaannya bentuk
pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik
konstitusional, dan republik parlementer.
1) Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut,
pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa
mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai
politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.
2) Republik Konstitusional
Dalam sistem republik
konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping
itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
3) Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer,
presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat
diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri
yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam sistem ini, kekuasaan legislatif
lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
3.
Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan
merupakan gabungan dari dua kata, “sistem” dan “pemerintahan”.
“Sistem” adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai
hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional
terhadap keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak
bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl J.
Friedrich).
Sistem pemerintahan di dunia terbagi
atas sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya,
negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut.
Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari
dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal
dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, Inggris
disebut sebagai “mother of parliaments” (induk parlementer), sedangkan
Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Kedua negara tersebut disebut
sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang ideal dari sistem
pemerintahan yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan
model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam pemerintahan
presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam
menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara
tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain di
belahan dunia.
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah
sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana
menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di
mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden dan seorang
perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensil,
presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem
parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer, terlahir dari
adanya pertanggung jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di
mana seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong),
maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang
bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas
Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I dituduh
melakukan tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri
tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis tinggi.
Dari pertanggung jawaban pidana ini,
kemudian lahir pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen.
Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari
sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini adalah
kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan
raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau
ratu dan presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan
ratu di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India.
Selanjutnya yang disebut eksekutif
dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari
perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau
bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat
melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the king
can do no wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen tersebut
dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada
kepala negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan
kabinet parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas
partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, maka
dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara beberapa partai
yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif. Beberapa negara,
seperti Negera Belanda dan negara-negara Skandinavia, pada
umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan
suatu “dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat”.
a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan
Parlementer
Beberapa ciri dari sistem
pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut :
1) Raja/ratu atau presiden adalah
sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala
kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
2) Kepala negara tidak sekaligus
sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala
negara tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol
kedaulatan dan keutuhan negara.
3) Badan legislatif atau parlemen
adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan
lembaga legislatif.
4) Eksekutif bertanggung jawab kepada
legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet
harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala
parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh
menteri.
5) Dalam sistem dua partai, yang
ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah
ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang
kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
6) Dalam sistem banyak partai, formatur
kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat
dukungan kepercayaan dari parlemen.
7) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet
dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang
benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab
kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu.
Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilu
tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai
oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan
mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.
Dalam hal terjadinya suatu krisis
kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh dukungan dari mayorits badan
legislatif, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru,
oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam
keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-parlementer, yaitu
suatu kabinet yang dibentuk tanpa formateur kabinet merasa terikat pada
konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
Dengan demikian bagi formateur
kabinet cukup peluang untuk menunjuki menteri berdasarkan keahlian yang
diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun
ada menteri yang merupakan anggota pertai, maka secara formil dia tidak
mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer mempunyai
program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan pemecahan
masalah-masalah yang bersifat fundamental.
Contoh Negara dengan Sistem Pemerintahan Parlementer (Inggris)
Negara Inggris dikenal sebagai induk
parlementaria (the mother of parliaments) dan pelopor dari sistem
parlementer. Inggrislah yang pertama kali menciptakan suatu parlemen workable.
Artinya, suatu parlemen yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang mampu
bekerja memecahkan masalah sosial ekonomi kemasyarakatan. Melalui pemilihan
yang demokratis dan prosedur parlementaria, Inggris dapat mengatasi masalah
sosial sehingga menciptakan kesejahteraan negara (welfare state).
Sistem pemerintahannya didasarkan
pada konstitusi yang tidak tertulis (konvensi). Konstitusi Inggris tidak
terkodifikasi dalam satu naskah tertulis, tapi tersebar dalam berbagai
peraturan, hukum dan konvensi.
|
Pokok-pokok Pemerintahan Inggris
adalah:
- Inggris
adalah negara kesatuan (unitary state) dengan sebutan United
Kingdom yang terdiri atas England, Scotland, Wales dan Irlandia Utara.
Inggris berbentuk kerajaan (monarki).
- Kekuasaan pemerintah terdapat pada
kabinet (perdana menteri beserta para menteri), sedangkan raja atau
ratu hanya sebagai kepala negara. Dengan demikian, pelaksanaan
pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh perdana menteri.
- Raja/ratu/mahkota
memimpin tapi tidak memerintah dan hanyalah tituler dengan tidak memiliki
kekuasaan politik. Ia merupakan simbol keagungan, kedaulatan dan persatuan
negara.
- Parlemen
atau badan perwakilan terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu House
of Commons dan House of Lord. House of Commons atau
Majelis Rendah adalah badan perwakilan rakyat yang
anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di antara calon-calon partai
politik. House of Lord atau Mejelis Tinggi adalah perwakilan
yang berisi para bangsawan dengan berdasarkan warisan. House of
Commons memiliki keuasaan yang lebih besar daripada House of Lord.
Inggris menganut Parliament Soverengnity, artinya kekuasaan yang
sangat besar pada diri parlemen.
- Kabinet
adalah kelompok menteri yang dipimpin oleh perdana menteri. Kabinet
inilah yang benar-benar menjalankan praktek pemerintahan. Anggota kabinet
umumnya berasal dari House of Commons. Perdana menteri adalah
pemimpin dari partai mayoritas di House of Commons. Masa jabatan
kabinet sangat tergantung pada kepercayaan dari House of Commons.
Parlemen memiliki kekuasaan membubarkan kabinet dengan mosi tidak percaya.
- Adanya
oposisi.
Oposisi dilakukan oleh partai yang kalah dalam pemilihan. Para pemimpin
oposisisi membuat semacam kabinet tandingan. Jika sewaktu-waktu kabinet
jatuh, partai oposisi dapat mengambil alih penyelenggaraan pemerintah.
- Inggris
menganut sistem dwipartai. Di Inggris terdapat 2 partai yang saling
bersaing dan memerintah. Partai tersebut adalah Partai Konservatif
dan Partai Buruh. Partai yang menang dalam pemilu dan mayoritas di
parlemen merupakan partai yang memerintah, sedangkan partai yang kalah
menjadi partai oposisi.
- Badan
peradilan ditunjuk oleh kabinet sehingga tidak ada hakim yang dipilih.
Meskipun demikian, mereka menjalankan peradilan yang bebas dan tidak
memihak, termasuk memutuskan sengketa antara warga dengan pemerintah.
Inggris sebagai negara kesatuan
menganut sistem desentralisasi. Kekuasaan pemerintah daerah berada pada Council
(dewan) yang dipilih oleh rakyat di daerah. Sekarang ini, Inggris terbagi dalam
tiga daerah, yaitu England, Wales dan Greater London.
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan
presidensial, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat.
Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan
rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk
pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka
itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak
tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan
kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-pun tak bisa
diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika
Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga
kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif,
terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan
perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di
tangan congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap
undang-undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan
pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab
pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala
eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan
legislatif berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di Amerika).
Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika
Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of
Power ). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan
yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of
Power).
a. Ciri-ciri Sistem
Pemerintahan Presidensial
1)
Penyelenggara
negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
2)
Kabinet
(dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
3)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
4)
Presiden
tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer
5)
Parlemen
memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan.
Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6)
Presiden
tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen
Contoh Negara dengan Sistem Pemerintahan Parlementer
(Amerika Serikat)
Sistem pemerintahan Amerika Serikat
didasarkan atas konstitusi (UUD) tahun 1787. Namun, konstitusi tersebut telah
mengalami beberapa kali amandemen. Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi
yang kuat dan berakar dalam kehidupan masyarakat sehingga dianggap sebagai
benteng demokrasi dan kebebasan.
Sistem pemerintahan Amerika Serikat
yang telah berjalan sampai sekarang diusahakan tetap menjadi sistem
pemerintahan demokratis. Sistem pemerintahan yang dianut ialah demokrasi dengan
sistem presidensial. Sistem presidensial inilah yang selanjutnya dijadikan
contoh bagi sistem pemerintahan negara-negara lain, meskipun telah mengalami
pembaharuan sesuai dengan latar belakang negara yang bersangkutan.
Pokok-pokok sistem pemerintahan
Amerika Serikat adalah:
- Amerika
Serikat adalah negara republik dengan bentuk federasi (federal) yang
terdiri atas 50 negara bagian. Pusat pemerintahan (federal) berada
di Washington dan pemerintah negara bagian (state). Adanya
pembagian kekuasaan untuk pemerintah federal yang memiliki kekuasaan yang
didelegasikan konstitusi. Pemerintah negara bagian memiliki semua
kekuasaan yang tidak didelegasikan kepada pemerintah federal.
- Adanya
pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Antara ketiga badan tersebut terjadi cheks and balances sehingga
tak ada yang terlalu menonjol dan diusahakan seimbang.
- Kekuasaan
eksekutif dipegang oleh presiden. Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden
dipilih dalam satu paket (ticket) oleh rakyat secara langsung.
Dengan demikian, presiden tak bertanggung jawab kepada kongres
(parlemennya Amerika Serikat) tetapi pada rakyat. Presiden membentuk
kabinet dan mengepalai badan eksekutif yang mencakup departemen ataupun
lembaga non departemen.
- Kekuasaan
legislatif berada pada parlemen yang disebut kongres. Kongres terdiri
atas 2 bagian (bikameral), yaitu Senat dan Badan Perwakilan
(The House of Representative). Anggota Senat adalah perwakilan dari
tiap negara bagian yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat di negara
bagian yang bersangkutan. Tiap negara bagian punya 2 orang wakil. Jadi
terdapat 100 senator yang terhimpun dalam The Senate of United State.
Masa jabatan Senat adalah enam tahun. Akan tetapi dua pertiga anggotanya
diperbaharui tiap 2 tahun. Badan perwakilan merupakan perwakilan dari
rakyat Amerika Serikat yang dipih langsung untuk masa jabatan 2 tahun.
- Kekuasaan
yudikatif berada pada Mahkamah Agung (Supreme Court) yang
bebas dari pengaruh dua badan lainnya. Mahkamah Agung menjamin tegaknya
kebebasan dan kemerdekaan individu, serta tegaknya hukum.
- Sistem
kepartaian menganut sistem dwipartai (bipartai). Ada dua partai
yang menentukan sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Partai
Demokrat dan Partai Republik. Dalam setiap pemilu, kedua partai
ini saling memperebutkan jabatan-jabatan politik.
- Sistem
pemilu menganut sistem distrik. Pemilu sering dilakukan di
Amerika Serikat. Pemilu di tingkat federal, misalnya pemilu untuk memilih
presiden dan wakil presiden, pemilu untuk pemilihan anggota senat, pemilu
untuk pemilihan anggota badan perwakilan. Di tingkat negara bagian
terdapat pemilu untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, serta pemilu
untuk anggota senat dan badan perwakilan negara bagian. Di samping itu,
terdapat pemilu untuk memilih walikota/dewan kota, serta jabatan publik
lainnya.
- Sistem
pemerintahan negara bagian menganut prinsip yang sama dengan pemerintahan
federal. Tiap negara bagian dipimpin oleh gunernur dan wakil gubernur
sebagai eksekutif. Ada parlemen yang terdiri atas 2 badan, yaitu Senat
mewakili daerah yang lebih rendah setingkat kabupaten dan badan perwakilan
sebagai perwakilan rakyat negara bagian.
A. Pengaruh Sistem Pemerintahan Suatu
Negara Terhadap Negara Lain
Sistem
pemerintahan suatu Negara akan mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
Negara lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan adanya hubungan
suatu Negara dengan Negara lain. Oleh karena itu perkembangan perubahan gejolak
dunia merupakan hal yang harus diikuti dengan seksama agar secar dini mampu
memperkirakan terjadinya masalah yang dapat memperngaruhi pemerintahan.
Pengaruh globalisasi yang tidak mengenal batas Negara, memudahkan suatu Negara
mempengaruhi dan di pengaruhi oleh Negara lain. Salah satu contoh pengaruh sistem
pemerintahaan Negara Indonesia terhadap Negara lain adalah masalah
kewarganegaraan. Misalnya kewarganegaraan orang China yang tinggal di
Indonesia. Karena menganut sistem yang berbeda orang China yang tinggal di
Indonesia memiliki dua kewarganegaraan. Namun akhirnya permasalahan itu dapat
diselesaikan. Masalah kewarganegaraan sering mengakibatkan hubungan suatu
Negara dengan Negara lain renggang.
Selain
itu, perbedaan sistem pemerintahan yang ada di suatu Negara mempengaruhi proses
hukum seseorang di Negara tersebut, apabila melanggar hukum di Negara lain maka
akan berlaku hukum di Negara tersebut termasuk bagi warga Negara asing atau
dalam hal ekonomi, misalnya, Korea Utara yang menutup diri dari pergaulan
Internasional berdasarkan kebijakannya maka, Negara lain tidak bisa menjalin hubungan
dagang tertentu dengan Korea Utara.
0 komentar:
Posting Komentar