GRATIFIKASI

Selasa, 17 Juni 2014

Definisi Gratifikasi

Pengertian gratifikasi terdapat pada penjelasan pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menjadi Undang-Undang nomor 20 tahun 2001, bahwa:
Yang dimaksud dengan “Gratifikasi”dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjam tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjala witasa, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.Gratifikasi tersebut baik yang di terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) di atas, kaliamat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjalasan pasal 12B ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasai mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, malainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja.

Aspek Hukum Gratifikasi

1 Dasar Hukum Gratifikasi
a. UU Nomor 30 Tahun 2002
Menurut UU nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 16 bahwa: “Setiap Pegawai Negeri Atau Penyelenggaraan Negara yang wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.”
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12B
1.      Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya, dengan ketentuan sebagai berikut :
Ø  Yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahawa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
Ø  Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
2.      Pidana bagi pegawai negeri atau penyelengara negara sebagai dimaksud dalam ayat (1)adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjaran paling singkat 4 (emapt) tahun dan palling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah).
Menurut UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi pasal 12C bahwa:
v Ayat (1) : Ketentuan sabagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
v Ayat (2) : Penyampaian laporan sebagaiman si maksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
v Ayat (3) : komisi pemberantasan tindak pidana korupsi dalam waktu paling lambat 30  (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan, wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
v Ayat (4) ketentuan mengenai tatacara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dala ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam aya (3) diatur dalam Undang-Undang tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
2 Aspek Hukum
1. Subjek hukum
a.    Penyelenggara negara
Yang di maksud penyelenggaraan negara berdasarkan pasal 2 UU Nomor 28 tahun 1999, “Tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, meliputi:
1.    Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara
2.    Pejabat negara pada lembaga tinggi negara
3.    Mentri
4.    Gubernur
5.    Hakim
6.    Pejabat yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.    Pejabat lain yang memiliki fungsi stategis dalam bekaitannya dengan pneyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8.    Penyidik
b.    Pegawai negeri
Yang dimaksud pegawai negeri berdasrkan pasal 1 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2001, meliputi :
1.    Pegawai MA,MK
2.    Pegawai department dan non department
3.    Pegawal keagung
4.    Pegawai BI
5.    Pimpinan dan pegawal seketariat MPRDPR/DPD/DPRD
6.    Pegawal dan perguruan tinggi
7.    Pegawal pada komisi /badan yang dibentuk berdasrkan UU Keppes maupun PP
8.    Pimpianan dan [egawai seketariat presiden, wakil presiden, seketariat kabinet, dan militer.
9.    Pegawai BUMN dan BUMD
10.     Pegawai pada badan peradilan
11.     Anggota TNI dan POLRI
12.     Pegawai Pemda
2.2.3 objek hukum
Uang, barang, dan fasilitas.

Klasifikasi Gratifikasi

A. Gratifikasi yang dianggap suap
Definisi yang diterima pegawai dalam hubungan dengan jabatannnya dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Contoh gratifikasi yang di anggap suap :
1.      Penerimaan yang yang diterima dari rekanan setelah proses lelang.
2.      Penerimaan hadiah kendaraan bernomor dari pengusaha terkait kenaikan pangkat pegawai sebagai tanda perkenalan.
3.      Penerimaan fasilitas perjalanan wisata oleh istri pegawai dari mitra bisnis suaminya.
4.      Penerimaan fasilitas transportas, akomodasi, uang saku dalam kegiatan yang terkait pelaksanaan tugas dan kewajiban di instansi dari rekanan yang di dasarkan pada penunjukan langsung dari instansi pengundang.
5.      Penerimaan fasilitas entertaiment, fasilitas wisata, dalam kegiatan yang terkait pelaksanaan tugasdan kewajiban di instansi dari rekanan yang tidak relevan dengan penugasan yang diterima dari instansi.
Perlakuan untuk gratifikasi antara lain:
a.       Atas penerimaan gratifikasi yang dianggap suap harus ditolak
b.      Dalam kondisi tidak dapat dilakukan penolakan dikarenakan:
1.      Tidak diketahui proses pemberiannya dan tidak diketahui identitas dan alat pemberi;
2.      Penolakan dapat memberikan citra negatif bagi instansi, dengan syarat pemberian tersebut bukan berbentuk uang tunai atau surat berharga dan tidak melebihi batasan nilai kewajaran.
Maka penerimaan tersebut wajib dilaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi.
B. Gratifikasi dalam kedinasan
Gratifikasi yang diterima pegawai dalam kepasitas sebagai wakil instansi yang sah dalam kegiatan kedinasan. Pengertian secara sah adalah diberikan secara terbuka di hadapan umum dalam kegiatan foral dan/atau diberikan sesuai aturan dan bukti pendukung pemberian/serah terima yang sah. Contoh gratifikasi dalam kedinasan:
1.      Penerimaan fasilitas transportasi, akomodasi, uang saku dalam kegiatan yang terkait pelaksanaan tugas dan kewajiban di intansi dari rekanan berdasarkan penunjukan dan penugasan resmi dari instansi.
2.      Penerimaan plakat, vendel, goody bag/gimmick dari panitia seminar, lokarya, pelatihan, yang mana keikutsertaannya di dasarkan pada penunjukkan dan penugasan resmi dari instansi.
3.      Penerimaan hadiah undian, door prize, hadiah atas pengisian angket, kuisiner dan lain-lain yang sejenis, yang mana keikutsertaannya didasarkan pada penugasan resmi dari instansi.
Perlakuan untuk gratifikasi dalam kedinasan
1.      Atas gratifikasi kedinasan dapat diterima oleh penerima
2.      Atas penerimaan tersebut dilaporkan kepada unit pengendalian gratifikasi.
C. Bukan gratifikasi
contoh bukan gratifikasi
1.      Diskon atau suku bunga khusu yang berlaku bagi masyarakat atau berlaku bagi seluruh pegawai berdasarkan perjanjian atau instansi dan penerima.
2.      Keuantungan/manfaat yang berlaku umum bagi masyarakat atas penempatan dana atau kepemilikan saham secara pribadi oleh pegawai.
3.      Pemberian penghargaan hasil dari prestasi akademik maupun non akademik yang diperoleh di luar rangkaian kegiatan dinas.
4.      Makanan dan minuman siap saji dalam jamuan yang berlaku umum bagi seluruh peserta dalam rangkaian kegiatan dinas.
5.      Keuntungan dari undian, kontes, kompetisi yang dilakukan secara terbuka bagi massyarakat dan diperoleh di luar rangkaian kegiatan dinas.
6.      Manfaat yang berlaku umum bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaannya dalam koperasi pegawai.
7.      Sertifikat yang diperoleh dalam suatu pelatihan, seminar, lokakarya, baik dilakukan dalam maupun luar rangkaian dinas.
Perlakuan untuk bukan gratifikasi antara lain atas penerimaan dan dinikmati oleh penerima tanpa ada kewajiban pelaporan kepada unit pengendalian gratifikasi.

Himbauan KPK Mengenai Gratifikasi

Pada tanggal 21 januari 2013, KK telah mengirimkan surat himbauan[1] terkait gratifikasi kepada pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, TNI,LSM, Perguruan Tinggi, Ormas, Media Massa dan swasta. Himbauan dalam surat tersebut meliputi :
1.      Tidak menerima/memberikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
2.      Membangun tata kelola pemerintahan dan koperasi yang baik.
3.      Melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengen kewajiban atau tugasnya kepada KPK.
Disamping itu juga dijelaskan kriteria gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan.

2.5            Hadiah dalam Aturan PSAK

Hadiah atau hibah atau kado adalah pemberian uangbarangjasa dll yang dilakukan tanpa ada kompensasi balik seperti yang terjadi dalam perdagangan, walaupun dimungkinkan pemberi hadiah mengharapkan adanya imbal balik, ataupun dalam bentuk nama baik (prestise) atau kekuasaan. Dalam hubungan manusia, tindakan pertukaran hadiah berperan dalam meningkatkan kedekatan sosial.[2]

Pencegahan Sikap Dan Prilaku Terhadap Penomena Gratifikasi

Untuk mencegah terjainya gratifikasi paka KPK melakukan program pencegahan yang dikenal dengan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG).
Program pengendalian gratifikasi adalah serangkaian kegiatan yang bersinambungan dengan peran serta aktif organisai mitra bersama KPK untuk mengendalikan gratifikasi.
            PPG juga memiliki manfaat terutama untuk instansis atau organisai mitra, anta lain:
a.       Membantu meningkatkan pemahaman ketentuan gratifikasi.
b.      Meningkatkan kesadaran pelaporan atas penerimaan gratifikasi
c.       Meminimalisasi kendala psikologis dalam pelaporan KPK.
d.      Menciptakan lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntabel.
e.       Sebagai perangkat management.
Dan berikut ini manfaat PPG untuk pemangku kepentingan antara lain:
a.       Ketentuan gratifikasi lebih implementatif.
b.      Perbaikan layanan masyarakat yang bersih dari praktek gratifikasi.
Peran PPG
a.       Bagi BUMN/BUMD, PPG merupakan sarana untuk terwujudnya prinsip Transparansi, Akuntabilitas, dan responsiblitas.
b.      Bagi kementrian/lembaga/pemerintah daerah, PPG memiliki peran sebagai sistem pengendalian instansi pemerintah (SPIP) dengan PPG.
c.       PPG membangun interitas sebagai landasan berhasilnya penetapan tata kelola pemerintah atau perusahaan yang baik dalam jangka panjang.
Ada beberapa tahapan yang dilaukan KPK agar masyarakat mengetahui tentang Program Pengdalian Gratifikasi (PPG), tahapan-tahapan tersebut antara lain :
1.      Pra Implementasi
a.       Penenalan PPG
b.      Analisis Kesiapan Perangkat Instaansi
c.       Penandatangannan komitmen penerapan PPG
2.      Implementasi
a.       Pembangunan/Penyempurnaan perangkat tertentu pengendalian gratifikasi
b.      Pelaksanaan training of trainer program pengendalian gratifikasi
c.       Pembentukan UPG
d.      Diseminasi/Sosialisasi Sistem pengendalian gratifikasi
e.       Implementasi sistem pengendalian gratifikasi
3.      Monitoring dan evaluasi
·         Monev ketepatan reviu
·         Monev pelaksanaan Renja UG
·         Moniv perkembangan instansi

Selain itu ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi krberhasilan dari program pengendalian gratifikasi ini antara lain :
v  Keteladanan(tone of the top) keadaan implementasi PPG diperlukan keteladanan dati \
v  Kode etik dan aturan perilaku (code od conduct) serta penegak kode etik
v  Bantuan kepentingan (conflict in interest)
v  Sistem pengelolaan pengaduan (Whistie blower system)

0 komentar: